LAMPUNG_INFO-Kepala Divisi Keimigrasian, Tato hadiri kegiatan secara daring Dengar Pendapat Publik tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Keimigrasian secara hybrid di Ruang Rapat Divisi Keimigrasian. Kegiatan tersebuat diikuti oleh Kepala Bidang Perizinan da Informasi, Mirza Akbar, Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Muhammad Ridwan; serta Pejabat Struktural dan staff jajaran Divisi Keimigrasian.
Dalam pembahasannya, Sekretaris Ditjen Imigrasi Kemenkumham Sandi Andaryadi mengatakan kegiatan tersebut dilaksanakan dalam rangka melaksanakan amanat Pasal 96 Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Pasal ini menyatakan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan, yang juga dikenal sebagai meaningful participation," ujar Sandi saat membuka acara.
Maka dari itu, ia menyebutkan kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mendapatkan masukan dan tanggapan dari praktisi, pemangku kebijakan, pengamat, akademisi, dan masyarakat atas RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dia mengungkapkan peserta kegiatan dengar pendapat publik terbagi menjadi dua, yaitu peserta daring dan peserta luring, yang terdiri atas berbagai unsur, seperti Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Sekretariat Kabinet, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
Kemudian, peserta juga berasal dari Kejaksaan Agung, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kemenkumham, serta perwakilan masyarakat dari unsur perkawinan campur dan diaspora.
Sandi membeberkan, terdapat lima narasumber ahli atau akademisi dalam kegiatan tersebut, yakni Akademisi Universitas Muslim Indonesia Makassar Fahri Bachmid, Akademisi Universitas Indonesia Surjadi, Akademisi Universitas Gadjah Mada Ardianto Budi, Akademisi Universitas Brawijaya Dias Satria, serta Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio.
Adapun revisi UU Keimigrasian dilakukan sebagai dampak atas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 64/PUU-IX/2011 dan Putusan MK Nomor 40/PUU-IX/2011 serta dalam memenuhi kebutuhan nyata dan mendesak dalam implementasi fungsi dan pelaksanaan keimigrasian, utamanya untuk segera melakukan perbaikan sumber daya, sistem teknologi, dan peningkatan sistem pengawasan dan deteksi lalu lintas orang.
Materi muatan revisi UU Keimigrasian yang telah diputuskan secara musyawarah mufakat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meliputi enam perubahan, yakni perubahan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b, perubahan ketentuan Pasal 64 ayat (3), perubahan ketentuan Pasal 97 ayat (1), perubahan ketentuan Pasal 102 ayat (1), perubahan ketentuan Pasal 103, serta perubahan ketentuan Pasal 137.
Selain itu, terdapat pula penambahan satu angka pada Pasal 11 RUU Keimigrasian terkait tugas pemantauan dan peninjauan atas UU Keimigrasian.
Salah satu poin perubahan yang disoroti, yakni perubahan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf b UU Keimigrasian yang menghapus frasa “penyelidikan dan”, sehingga pejabat imigrasi hanya menolak orang untuk keluar wilayah Indonesia dalam hal orang tersebut diperlukan untuk kepentingan penyidikan saja.
(Humas Kemenkumham Lampung/Kont/DivIM)