Libatkan Masyarakat, Kemenkumham Lampung Gelar Sosialisasi dan Diskusi RUU Pemasyarakatan

Lampung_INFO. Pada hari ini Kamis (26/9) Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi dan Diskusi RUU Pemasyarakatan 2019. Kegiatan ini melibatkan komponen masyarakat yang terdiri dari Akademisi dan mahasiswa dari Universitas Lampung, Universitas Bandar Lampung, Universitas Islam Negeri Radin Inten dan Poltekes Tanjung Karang,  Ormas, LSM, Lembaga Bantuan Hukum  dan Instansi terkait. Turut hadir dalam Sosialisasi dan Diskusi RUU Pemasyarakatan ini para Pimpinan Tinggi Pratama dan seluruh Kepala UPT Pemasyarakatan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung.

Kegiatan diawali dengan sambutan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Lampung, Nofli. Dalam sambutannya Nofli menyampaikan bahwa kegiatan ini diselenggarakan dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat melalui sosialisasi dan selanjutnya diskusi membahas Rancangan Undang-undang (RUU) Pemasyarakatan. Nofli mengharapkan peserta diskusi dapat menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan isu yang menjadi viral di media sosial dan memberikan masukan terkait RUU Pemasyarakatan ini.

Dilanjutkan dengan pemaparan tentang perkembangan dan substansi muatan RUU Pemasyarakatan oleh Kepala Divisi Pemasyarakatan. Edi Kurniadi. Dalam paparannya Edi menyebutkan bahwa Undang Undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum masyarakat, kemudian belum mengatur secara utuh kebutuhan pelaksanaan tugas pemasyarakatan dan masih terjadi kekeliruan (tumpang tindih) pemahaman tentang definisi ataupun makna Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan dan tujuan yang akan dicapai dalam penyelenggaraan Sistem Pemasyarakatan. Oleh karena itu, sangat penting dan mendesak untuk melakukan perubahan UU Pemasyarakatan.

Proses perubahan UU Pemasyarakatan yang sudah dimulai dari tahun 2003 yaitu pembahasan internal Ditjenpas hingga sekarang tahun 2019 dilakukan pembahasan oleh pemerintah dan DPR, Jadi tidak serta merta proses ini dilaksanakan dalam pembahasan tahun ini. Pembahasan demi pembahasan telah dilakukan sejak tahun 2003 dengan melibatkan para ahli dan pakar hukum, ujar Edi.

Dalam RUU Pemasyarakatan terdapat 13 muatan baru, yang meliputi Reformulasi Pemasyarakatan, Reformulasi sistem Pemasyarakatan, Tujuan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, asas dalam penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, penegasan fungsi pemasyarakatan, kelembagaan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan, Hak dan Kewajiban, Perlakuan terhadap Kelompok Risiko Tinggi, Intelijen Pemasyarakatan, Sistem Teknologi Informasi Pemasyarakatan, Petugas Pemasyarakatan, Pengawasan, Kerja Sama dan Peran Serta Masyarakat.

Dalam sesi diskusi peserta menyampaikan pendapatnya terkait RUU Pemasyarakatan, seperti peserta dari YLBHI Bandar Lampung yang menyampaikan pendapatnya menolak RUU Pemasyarakatan. ada beberapa pasal yang mengatur hak narapidana untuk mendapatkan kegiatan rekreasional yang diatur dalam pasal 9 huruf c dan cuti bersyarat yang diatur dalam pasal 10 ayat 1 huruf d. Ketentuan tersebut dapat membuat narapidana “bebas” menjalankan kehidupannya di luar lembaga pemasyarakatan. Permasalahan selanjutnya adalah jika RUU Pemasyarakatan ini jika disahkan, otomatis Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pembatasan Pemberian Remisi bagi Terpidana Kasus Korupsi, Narkoba, dan Terorisme tak berlaku lagi.

Menanggapi hal tersebut Kepala Kantor Wilayah Lampung, Nofli menjelaskan RUU Pemasyarakatan azasnya adalah non diskriminatif. "Tidak ada narapidana yang diberlakukan secara khusus, semua sama," tandasnya. Dan Nofli menjelaskan bahwa masa Cuti Bersyarat (CB) memang dijalani di luar Lapas, jadi tidak hanya bisa jalan-jalan di mall, dia pun bisa menjalankan aktivitas seperti warga masyarakat lainnya. Bedanya secara teratur dia diwajibkan melapor ke Bapas, dan apabila dalam masa cuti bersyarat dia melakukan perbuatan melanggar hukum maka cuti bersyaratnya dicabut, terang Nofli.

Dan yang dimaksud dengan “kegiatan rekreasional” dalam pasal 9 (c) adalah kegiatan latihan fisik bebas sehari-hari di udara terbuka dan Narapidana memiliki waktu tambahan untuk kegiatan hiburan harian, kesenian, atau mengembangkan keterampilan di dalam lingkungan Lapas/Rutan. Jadi bukan ke luar Lapas/Rutan lalu rekreasi jalan-jalan ke mall atau Dufan, tidak seperti itu, ujar Nofli.

Terkait pencabutan PP 99/2012, hal itu merupakan konsekuensi hukum karena PP tersebut merupakan peraturan pelaksana dari UU 12/1995 tentang Pemasyarakatan. Dengan terbitnya UU yang baru, maka peraturan pelaksananya nanti dibuat yang baru pula.

Nofli menyampaikan bahwa Pemasyarakatan adalah hilir dari Integrated Criminal Justice System (ICJS) dan merupakan Subsistem Peradilan Pidana yang menyelenggarakan penegakan hukum di bidang perlakuan terhadap Tahanan, Anak, dan Warga Binaan. Sementara Kepolisian menyelenggarakan penyelidikan dan penyidikan, Kejaksaan melaksanakan penuntutan dan Pengadilanlah yang memutuskan vonis. Konsep pemasyarakatan adalah pembinaan dalam rangka pelaksanaan program reintegrasi warga binaan pemasyarakatan ke dalam masyarakat setelah bebas atau selesai menjalani masa pidananya. Hal senada disampaikan oleh Kalapas Khusus Narkotika Kelas IIA Bandar Lampung, Hensah dan Kalapas Kelas IIA Kotabumi, Tetra Destorie. Apabila akan dicabut hak remisinya silakan dilaksanakan di tingkat Pengadilan yang menjatuhkan vonis, karena tugas Pemasyarakatan adalah dibidang perlakuan yaitu perlakuan dalam penempatan, pembinaan dan pengawasan selama mereka menjalani masa pidananya di Lapas/Rutan.

Sementara peserta dari Poltekes mengapresiasi RUU Pemasyarakatan yang telah mengatur perawatan kesehatan bagi WBP dan memberi masukan sesuai bidangnya dalam perawatan kesehatan yaitu sarana prasarana kesehatan di dalam lapas hendaknya dilengkapi karena apabila isi Lapas berjumlah 300 maka sarana kesehatan yang ada paling tidak seperti Puskesmas yang melayani 300 jiwa di lingkungannya,

Menanggapi hal tersebut Kepala Divisi Administrasi, Ida Asep Somara menyampaikan ketentuan tentang sarana prasana nantinya akan dimasukkan atau di break down dalam peraturan pelaksananya apabila RUU Pemasyarakatan ini nantinya disahkan, ujar Ida Asep.

Dari Peradi Bandar Lampung memberi masukan tentang bab Pengawasan, dalam hal pengawasan eksternal hendaknya ditambahkan wartawan/pers dan LSM. Kepala Kantor Wilayah Lampung, Nofli menyampaian bahwa independensi pers dan LSM nantinya akan terganggu apabila ada di dalam tim pengawas. Kami justru berterima kasih atas pengawasan yang selama ini dilakukan rekan-rekan pers dan LSM terhadap pelaksanaan tugas kami selama ini.

Peserta dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Propinsi Lampung juga turut mengapresiasi RUU Pemasyarakatan dengan memasukkan pasal tentang anak dari Tahanan atau anak dari Narapidana perempuan ditempatkan pada tempat atau ruangan terpisah dari hunian Tahanan atau Narapidana yang terjaga kebersihannya dan layak untuk tumbuh kembang anak hingga anak berusia 3 tahun. Hal ini memudahkan kami dalam memberikan hak kepada tahanan/narapidana perempuan beserta anaknya selama berada di Lapas/Rutan karena itu adalah tugas dan fungsi kami.

Sementara dari JFT Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkumham Lampung mengharapkan substansi kalimat dalam pasal-pasal RUU Pemasyarakatan agar diperjelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari masyarakat terhadap pasal-pasal yang ada

Kegiatan Sosialisasi dan Diskusi diharapkan dapat memberikan masukan dan menjadi bentuk keterbukaan dalam pembahasan RUU Pemasyarakatan. (Humas Lampung)

 

DSCF6871 resize

RUU PAS 4RUU PAS 4

RUU PAS 4

RUU PAS 4

DSCF7035 resize

DSCF7030 resize

 

 


Cetak   E-mail